Slepp Paralyzed - KOMA's Official Website

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Slepp Paralyzed

Share This

Aku kembali bermimpi buruk, kali ini yang ke-7 kalinya. Mimpi itu terus berulang, menyeramkan dan sangat nyata. Awalnya aku menangis karena mimpi ini, namun kini mimpi itu sudah seperti santapan pikiranku setiap hari.

Aku bermimpi ada sebuah bayangan menatapku dari kegelapan di ujung kamar. Suara napas berat dan erangan tangisan memenuhi seluruh ruangan. Aku hanya bisa menatapnya tanpa bisa melakukan apa-apa, ya, kami saling bertatap. Waktu berjalan sangat lama, setiap menit, setiap detik, jam terus berputar normal tanpa ada selang waktu atau apapun, berjam-jam kami saling bertatapan tanpa ada sepatah katapun.

Lambat laun kini merupakan malam ke-10 untuk ku bermimpi. Sudah kusiapkan diriku untuk menghadapi mimpi yang sama, kupejamkan mata dan tertidur. Kali ini mimpinya berbeda. Bayangan itu kini mulai memiliki wujud, sesosok wanita dengan badan basah kuyup, kumuh dan leher yang tergorok. Sambil menangis darah ia berteriak “Kembalikan tubuhku! Kembalikan jiwaku pada tubuhku! Aku tidak sudi mati hina seperti ini!” teriaknya. Tidak mengerti apa yang ia ucapkan aku hanya bisa menatapnya sambil mendengarnya meneriaki kata yang sama terus menerus. Tiba-tiba kamarku berubah menjadi lebih kecil dan sempit, dan pojok kamar kini lebih dekat dengan tubuhku. Wanita itu menyeringai, “Akhirnya tiba saatnya aku bisa mencekikmu sampai mati” katanya sambil kegirangan. Tangannya maju meraih leherku, dia mencekikku sangat kuat hingga aku sulit bernapas. Dia terus berkata agar aku cepat mati, namun aku bisa menggerakkan tanganku dan mencoba melepas tangannya. Hal ini terus berulang sampai waktu menunjukkan pukul 7 pagi, jam dimana aku biasa bangun.

Aku terbangun dengan tangan yang mencekik leherku sendiri, aku lepas dan mengatur napas ku. Aku beranjak dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk pergi. Namun sebelum itu aku mengecek bawah kasur dan ternyata benar dugaanku, ada mayat dengan badan yang setengah membusuk dengan luka sayatan di leher. “Sialan, aku lupa denganmu. Pantas saja kau marah, maaf-maaf akan aku buang kau sekarang” kataku padanya. Aku berjalan keluar dengan membawa kantong sampah besar dan ku lempar kedalam sumur belakang rumah. Sebelum melemparnya ku ucapkan kata perpisahan, “ Selamat tinggal ibu, sampaikan salamku untuk ayah di bawah sana”.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages